Seringkali saat kita mencoba untuk belajar agama, pikiran kita terbentur oleh beberapa hal yang tidak masuk akal. Sebagai contoh, ada sebuah pertanyaan mengenai benarkah akherat atau kehidupan setelah mati itu memang ada. Jika kita bertanya tentang hal ini kepada seorang guru atau ustadz, maka jawaban yang paling sering adalah “sebagai orang yang beriman, kita harus percaya kepada kehidupan akherat”. Kitapun hanya bisa menganggukkan kepala tanda telah setuju dengan jawaban tersebut walaupun sebenarnya jawaban sang ustadz tidak menjawab pertanyaan kita. Jawaban ustadz tersebut terkesan dipaksakan, karena jika kita tidak setuju dengan jawaban tersebut maka bisa jadi kita tidak termasuk sebagai golongan orang yang beriman. Yang menjadi ganjalan dalam pikiran kita selanjutnya adalah, “akankah iman kita menjadi kuat, jika sebuah pertanyaan yang mendasar seperti itu dijawab dengan sebuah paksaan ?”
Kejadian seperti ini memang sering terjadi karena kita mencoba menalar ayat-ayat Al-qur’an. Yang dimaksud dengan menalar ayat adalah jika ada sebuah ayat Al-qur’an, maka kita mencoba memasukkan ayat tersebut ke dalam logika otak kita. Padahal banyak sekali ayat yang berkaitan dengan sesuatu yang tidak masuk logika, seperti sesuatu yang ghaib, maka hasilnya adalah kita “harus percaya” dengan ayat tersebut. Seringkali seorang ustadz mengatakan bahwa kita tidak bisa menggunakan akal kita untuk memahami ayat-ayat tertentu, akan tetapi kita bisa menggunakan qolbu kita. Memang benar, qolbu dapat digunakan untuk menimbang dan merasakan, akan tetapi disisi yang lain banyak sekali ayat yang menyuruh kita untuk berfikir atau menggunakan logika kita.
Lalu, bagaimana cara mengoptimalkan fungsi logika kita sehingga nanti pada akhirnya keimanan kita dapat kokoh dan kita pun maju dalam ilmu. Jawaban yang (semoga) tepat adalah dengan cara berubah dari yang sebelumya “menalar Al-qur’an” menjadi “menalar dengan Al-qur’an”. Menalar dengan Al-qur’an berarti merubah pola pikir kita yang sebelumnya hanya terbatas pada sesuatu yang hanya kita ketahui menjadi pola pikir yang berdasar pada informasi yang ada pada Al-qur’an yang tentu saja tidak dibatasi oleh pengetahuan kita.
Ada beberapa contoh yang dapat digunakan untuk menjelaskan perbedaan yang mendasar antara kedua hal ini. Pada jaman dahulu ada seorang filsuf yang sangat dipercaya perkataannya, yaitu Plato yang berpendapat bahwa matahari mengelilingi bumi dan bumi adalah pusat tata surya. Secara logika, hal ini memang wajar jika banyak orang yang setuju dengan pendapatnya ini. Kita semua melihat dengan jelas, matahari terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat, seolah-olah berputar mengelilingi bumi yang kita tinggali. Akan tetapi ada seseorang yang terusik pikirannya yang tidak begitu saja percaya dengan pendapat ini tanpa ada bukti atau penjelasan yang ilmiah. Orang ini bernama Galileo Galilei, salah seorang bapak astronomi karena penemuannya yang hebat berupa teleskop. Dia membuktikan bahwa matahari tidak mengelilingi bumi, tetapi malah kebalikannya. Tentu saja hal ini membuat masyarakat menjadi kacau dan telah mengusik pihak gereja yang berkuasa saat itu. Bahkan dia diancam hukuman mati kalau dia tidak mencabut pendapatnya. Sekarang ini, dengan kecanggihan ilmu dan tehnologi, semua orang dapat membuktikan sendiri kebenaran hal ini, bukan hanya sekedar ikut pendapat orang lain.
Logika kita kadang memang bisa menipu kita sendiri jika cara berpikir kita hanya berdasarkan apa yang kita lihat dan apa yang kita rasakan. Jika seorang anak kecil ditanya, besar atau kecilkah bintang di langit itu, maka mereka pun menjawab bahwa bintang itu sangat kecil. Padahal bintang itu sangat besar bahkan sangat banyak yang lebih besar dari bumi. Hal ini dikarenakan letaknya yang sangat jauh dari bumi.
Perkembangan tehnologi sangat menunjang adanya penemuan dan pembuktian akan sesuatu. Setiap jaman memiliki perkembangan tehnologi sendiri, sehingga apa yang masyarakat percaya sebanding dengan perkembangan tehnologi masyarakat tersebut. Pada jaman dulu, seseorang harus berhadap-hadapan secara langsung jika ingin berkomunikasi. Sekarang, orang dapat berkomunikasi dengan mudah menggunakan telepon atau internet walaupun mereka dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh.
Begitu juga dengan jaman sekarang ini, bila ada sebuah pertanyaan “Apakah ada manusia selain manusia yang tinggal di planet bumi ini”, maka bisa jadi kita menjawab “tidak mungkin ada”. Hal ini juga dikarenakan bahwa perkembangan tehnologi kita belum dapat menjawab pertanyaan ini. Mungkin 50 tahun lagi pertanyaan ini baru dapat dijawab. Begitu juga dengan jaman yang akan datang (100 tahun atau 200 tahun yang akan datang) dimana jaman itu sangat maju dan canggih, akan ada pertanyan-pertanyaan lain yang siap menantang orang pada zaman itu dan lagi –lagi masyarakat jaman itu akan menjawab dengan berdasar perkembangan tehnologinya dan hasilnya pun sama. Mereka tidak dapat menjawab pertanyaan yang tidak sesuai dengan jamannya.
Lalu, bagaimana jika kita ditanya tentang adanya kehidupan akherat ? Perkembangan tehnologi sampai kapan pun tidak akan mampu menjawab pertanyaan ini. Yang menjadi pertanyaan berikutnya, “bagaimana cara kita agar bisa membuktikan adanya kehidupan akherat ?” Sebenarnya ada dua alternatif yang dapat kita pakai untuk menjawab sebuah pertanyaan, yaitu pembuktian secara langsung dan pembuktian tidak langsung. Dalam hal ini kita tidak mungkin membuktikan kebenaran adanya akherat secara langsung. Kita akan membuktikan kebenaran akherat dengan cara tidak langsung yaitu dengan menggunakan logika Al-qur’an. Didalam Al-qur’an, disebutkan bahwa Tuhan menciptakan makhluk secara berpasang-pasangan.
Apakah semua makhluk memang diciptakan berpasangan ? Jika kita mau menelaah maka setiap hal baik itu berupa benda, manusia, sifat, pekerjaan, dan semua hal yang lain pasti berpasang-pasangan atau dapat dikatakan mempunyai jumlah lebih dari satu. Sesuatu dapat dikatakan sebagai sebuah pasangan apabila mempunyai salah satu ciri seperti berikut ini
- Sebuah pasangan dapat terdiri lebih dari satu hal yang mempunyai wujud, sifat atau fungsi yang sama seperti sepasang mata (2 buah), sepasang jari tangan (5 buah), sepasang kaki kerbau (4 buah) dan sebagainya
- Sebuah pasangan dapat terdiri lebih dari satu hal yang mempunyai wujud, sifat, atau fungsi yang berbeda tetapi saling melengkapi seperti benda padat -cair – gas, wilayah darat – laut – udara, rasa manis – pahit – asin – pedas – asam, perabotan meja-kursi dan lain sebagainya.
- Sebuah pasangan dapat terdiri lebih dari satu hal yang mempunyai wujud, sifat atau fungsi yang berbeda tetapi dalam satu kelompok seperti bahan logam berupa besi – alumumium – tembaga dan sebagainya, bahan kain berupa katun – sutera – satin – wol-sintetis dan sebagainya.
- Sebuah pasangan dapat terdiri lebih dari satu jenis yang sama tetapi mempunyai fungsi yang berbeda, seperti otak kanan – otak kiri – otak depan – otak belakang.
- Sebuah pasangan dapat terdiri lebih dari satu hal yang mempunyai sifat yang berlawanan seperti hitam – putih, tinggi – rendah, benar – salah, dan lain sebagainya
- Dan masih banyak kriteria sebuah pasangan yang belum disebutkan disini karena keterbatasan pengetahuan penulis.
Dari sini terbukti bahwa tidak ada suatu hal apapun yang bersifat tunggal (tidak ada yang tidak mempunyai pasangan). Terbukti bahwa ayat Al-qur’an ini memang benar (kita percaya bahwa ayat ini benar karena ayat ini memang dapat kita buktikan bukan karena sebuah “keharusan atau paksaan”). Nah, bagaimana dengan dunia, apakah kehidupan dunia juga mempunyai pasangan ?
Kehidupan dunia pasti mempunyai pasangan karena memang begitulah hukum alamnya. Lalu apakah pasangan kehidupan dunia itu ? Jawaban pertanyaan ini terdapat dalam Al-qur’an yang tadi kita sudah buktikan kebenaran salah satu ayatnya. Dalam Al-qur’an, Tuhan menyebutkan bahwa akan ada kehidupan setelah kehidupan dunia yaitu kehidupan akherat.
Kita telah membuktikan bersama bahwa kehidupan akherat itu memang ada. Hal ini dapat kita lakukan dengan cara “menalar dengan Al-qur’an”. Logika kita pun tidak terbatas kepada pengetahuan dan tehnologi yang kita miliki sekarang. Bahkan, jika kita benar – benar belajar Al-qur’an dan menggunakan logika kita sesuai dengan Al-qur’an, maka pengetahuan kita akan bertambah luas dan kadar keimanan pun semakin bertambah. Tidak menutup kemungkinan juga, kita akan menemukan hal yang baru dan menjadi inspirasi bagi penemuan dan perkembangan tehnologi selanjutnya. Untuk itu, mari kita mulai menalar dengan Al-qur’an.
0 comments:
Post a Comment