Pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bahwa
manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan potensi bawaan seperti
potensi ilahiyah, potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi
kecerdasan, potensi fisik. Dengan potensi ini manusia mampu berkembang secara
aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau
pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim mampu menjadi khalifah dan
Abdullah.
Upaya membangun pendidikan Islam berwawasan global bukan
persoalan mudah, karena pada waktu bersamaan pendidikan Islam harus memiliki
kewajiban untuk melestarikan, menamkan nilai-nilai ajaran Islam dan dipihak
lain berusaha untuk menanamkan karakter berbasis lokal. Upaya untuk membangun
pendidikan Islam yang berwawasan global dapat dilaksanakan dengan
langkah-langkah yang terencana dan strategis dengan menangkap peluang dan
bersiaga mengahadapi tantangan masa depan.
Tantangan yang akan dihadapi oleh pendidikan Islam pada masa
yang akan datang, menurut Sa’id Ismail Ali, bahwa umat Islam:
1. Kurang mampu menyeleksi informasi
dan teori-teori mana yang maslahat untuk diaplikasi dan mana pula yang tidak.
2. Gaya hidup hedonis, konsumtif dan
fantatif akibat pengaruh era globaliosasi dan era informasi.
3. Berkiblat dan berbarometer kepada
Negara maju secara fisikly padahal terbelakang pada aspek peradaban dan akhlak.
Disamping ketiga tantangan tersebut, terdapat tujuh tantangan
lainnya, yaitu:
1. Mengurangi kesenjangan dalam
pemerataan pendidikan, kemiskinan, marginalisasi dan eksklusivitas pendidikan.
2. Mengukuhkan hubungan yang lebih baik
antara pendidikan dan ekonomi setempat (lokal), dan antara pendidikan dengan
dunia kerja yang mengglobal.
3. Mencegah berkembangnya peran dari
riset dan pendidikan yang dikendali-kan oleh pasar dan melebarnya kesenjangan
teknologi dan ilmu pengeta-huan di antara Negara industry dan Negara
berkembang.
4. Menjamin bahwa persyaratan riset
Negara berkembang menerima perhatian dan ditunjukkan oleh ilmuwan dan
sarjananya.
5. Mengurangi dampak negatif dari brain
drain dari Negara miskin ke Negara kaya, dan dari wilayah tertinggal ke
wilayah maju, sebagai pasar untuk siswa yang juga mengglobal.
6. Mengarahkan dampak dari
prinsip-prinsip pemasaran dan perubahan peran dari Negara terhadap pendidikan
dan membantu perencanaan dan manajemen pendidikan.
7. Menggunakan sistem pendidikan tidak
hanya untuk memindahkan batang tubuh keilmuan secara umum, tetapi melestarikan
berbagai nwarisan budaya dunia, bahasa seni, gaya hidup di dunia yang semakin
menjadi homogen.
Tantangan-tantangan tersebut bila disadari merupakan signal
peluang yang menuntut para praktisi pendidikan untuk membuat formula, design,
konsep, dan strategi pendidikan menjadi bersaing dalam ruang global yang
meliputi tiga dimensi, yaitu ekonomi, politik, dan budaya. Ekonomi, terkait
dengan produksi, pertukaran distribusi, dan konsumsi barang dan jasa; politik,
terkait dengan distribusi, kekuasaan, pusat kbijakan pengembangan dan lembaga
kekuasaan berikut pengawasannya; budaya, terkait dengan social produksi,
pertukaran, dan ungkapan bahasa isyarat dan simbol, arti, kepercayaan dan
kesukaan, rasa dan nilai.
Semua persoalan fundamental yang dihadapi oleh
masyarakat modern, menjadi pemicu munculnya kesadaran epistemologis baru bahwa
persoalan kemanusian tidak cukup diselesaikan dengan cara empirik rasional,
tetapi perlu jawaban yang bersifat transendental.
Melihat persoalam ini, maka ada peluang bagi pendidikan Islam yang memiliki
kandungan spritual keagamaan untuk menjawab tantangan perubahan tersebut.
Fritjop Capra dalam buku The Turning Point, yang dikutip A.Malik Padjar,
"mengajak untuk meninggalkan paradigma keilmuan yang terlalu materialistik
dengan mengenyampingkan aspek spritual keagamaan. Demikianlah, agama pada
akhirnya dipandang sebagai alternatif paradigma yang dapat memberikan solusi
secara mendasar terhadap persoalan kemanusian yang sedang dihadapi oleh
masyarakat modern".
Mencermati fenomena peradaban modern yang
dikemukakan di atas, harus bersikap arif dalam merespons fenomena-fenomena
tersebut. Dalam arti, jangan melihat peradaban modern dari sisi unsur
negatifnya saja, tetapi perlu juga merespons unsur-unsur posetifnya yang banyak
memberikan manfaat dan mempengaruhi kehidupan manusia. Maka, yang perlu diatur
adalah produk peradaban modern jangan sampai memperbudah manusia atau manusia
menghambakan produk tersebut, tetapi manusia harus menjadi tuan, mengatur, dan
memanfaatkan produk perabadaban modern tersebut secara maksimal.
0 comments:
Post a Comment