Thursday 27 November 2014

Tantangan Pendidikan Islam

Pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan potensi bawaan seperti potensi ilahiyah, potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Dengan potensi ini manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim mampu menjadi khalifah dan Abdullah.
Upaya membangun pendidikan Islam berwawasan global bukan persoalan mudah, karena pada waktu bersamaan pendidikan Islam harus memiliki kewajiban untuk melestarikan, menamkan nilai-nilai ajaran Islam dan dipihak lain berusaha untuk menanamkan karakter berbasis lokal. Upaya untuk membangun pendidikan Islam yang berwawasan global dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah yang terencana dan strategis dengan menangkap peluang dan bersiaga mengahadapi tantangan masa depan.
Tantangan yang akan dihadapi oleh pendidikan Islam pada masa yang akan datang, menurut Sa’id Ismail Ali, bahwa umat Islam:
1.      Kurang mampu menyeleksi informasi dan teori-teori mana yang maslahat untuk diaplikasi dan mana pula yang tidak.
2.      Gaya hidup hedonis, konsumtif dan fantatif akibat pengaruh era globaliosasi dan era informasi.
3.      Berkiblat dan berbarometer kepada Negara maju secara fisikly padahal terbelakang pada aspek peradaban dan akhlak.
Disamping ketiga tantangan tersebut, terdapat tujuh tantangan lainnya, yaitu:
1.      Mengurangi kesenjangan dalam pemerataan pendidikan, kemiskinan, marginalisasi dan eksklusivitas pendidikan.
2.      Mengukuhkan hubungan yang lebih baik antara pendidikan dan ekonomi setempat (lokal), dan antara pendidikan dengan dunia kerja yang mengglobal.
3.      Mencegah berkembangnya peran dari riset dan pendidikan yang dikendali-kan oleh pasar dan melebarnya kesenjangan teknologi dan ilmu pengeta-huan di antara Negara industry dan Negara berkembang.
4.      Menjamin bahwa persyaratan riset Negara berkembang menerima perhatian dan ditunjukkan oleh ilmuwan dan sarjananya.
5.      Mengurangi dampak negatif dari brain drain dari Negara miskin ke Negara kaya, dan dari wilayah tertinggal ke wilayah maju, sebagai pasar untuk siswa yang juga mengglobal.
6.      Mengarahkan dampak dari prinsip-prinsip pemasaran dan perubahan peran dari Negara terhadap pendidikan dan membantu perencanaan dan manajemen pendidikan.
7.      Menggunakan sistem pendidikan tidak hanya untuk memindahkan batang tubuh keilmuan secara umum, tetapi melestarikan berbagai nwarisan budaya dunia, bahasa seni, gaya hidup di dunia yang semakin menjadi homogen.
Tantangan-tantangan tersebut bila disadari merupakan signal peluang yang menuntut para praktisi pendidikan untuk membuat formula, design, konsep, dan strategi pendidikan menjadi bersaing dalam ruang global yang meliputi tiga dimensi, yaitu ekonomi, politik, dan budaya. Ekonomi, terkait dengan produksi, pertukaran distribusi, dan konsumsi barang dan jasa; politik, terkait dengan distribusi, kekuasaan, pusat kbijakan pengembangan dan lembaga kekuasaan berikut pengawasannya; budaya, terkait dengan social produksi, pertukaran, dan ungkapan bahasa isyarat dan simbol, arti, kepercayaan dan kesukaan, rasa dan nilai.
Semua persoalan fundamental yang dihadapi oleh masyarakat modern, menjadi pemicu munculnya kesadaran epistemologis baru bahwa persoalan kemanusian tidak cukup diselesaikan dengan cara empirik rasional, tetapi perlu jawaban yang bersifat transendental. Melihat persoalam ini, maka ada peluang bagi pendidikan Islam yang memiliki kandungan spritual keagamaan untuk menjawab tantangan perubahan tersebut. Fritjop Capra dalam buku The Turning Point, yang dikutip A.Malik Padjar, "mengajak untuk meninggalkan paradigma keilmuan yang terlalu materialistik dengan mengenyampingkan aspek spritual keagamaan. Demikianlah, agama pada akhirnya dipandang sebagai alternatif paradigma yang dapat memberikan solusi secara mendasar terhadap persoalan kemanusian yang sedang dihadapi oleh masyarakat modern".
Mencermati fenomena peradaban modern yang dikemukakan di atas, harus bersikap arif dalam merespons fenomena-fenomena tersebut. Dalam arti, jangan melihat peradaban modern dari sisi unsur negatifnya saja, tetapi perlu juga merespons unsur-unsur posetifnya yang banyak memberikan manfaat dan mempengaruhi kehidupan manusia. Maka, yang perlu diatur adalah produk peradaban modern jangan sampai memperbudah manusia atau manusia menghambakan produk tersebut, tetapi manusia harus menjadi tuan, mengatur, dan memanfaatkan produk perabadaban modern tersebut secara maksimal.

0 comments:

Post a Comment